National Educators Conference 2015
Oleh Hermanus, SDN Tahai Baru 2, Kalteng
Saya tidak menduga kalau dapat undangan untuk menghadiri konferensi Guru Indonesia. Yang diselenggarakan mulai 28 s/d 31 Mei 2015. Saya mewakili SDN Tahai Baru 2. Dasar dari undangan ini adalah atas keikutsertaan kami pada kegiatan Penelitian Tindakan Kelas, yang diadakan pada bulan Pebruari 2015 di Tangkiling Palangkaraya yang diprakarsai oleh WWF Indonesia.
Kami bertiga (Hermanus, Marsini dan Yulida) berangkat dari Bandara Cjilik Riwut Palangkaraya. Pada 28 Mei 2015 rombongan kami berkunjung ke Kantor WWF Indonesia Jl. Simatupang. Di sini kami mempresentasikan keadaan sekolah kami setelah mendapat pendampingan dari WWF Indonesia.
Pada tanggal 29 Mei 2015 kami mengikuti Konferensi NEC 2015 di kampus Sampoerna University. Kegiatan itu dimulai dari pkl 08.00 s/d 17.00 WIB.
Kunjungan ke kampung Djamoe Organik
Setelah selesai mengikuti konferensi NEC di kampus Sampoerna. Minggu 31 Mei 2015 kami berkunjung ke Kampung Djamoe Martha Tilaar. Rombongan berangkat dari kampus Universitas Sampoerna. Rombongan dipandu oleh Ibu Stien J. Matakupan dkk. Sebelum berangkat kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Ibu Darma memberi arahan-arahan apa yang akan kami lakukan di kampung Djamoe nantinya. Rombongan berangkat sekitar pukul 07.00 WIB, dengan menggunakan dua buah bus. Bus mulai melaju ke arah Cikarang bekasi.
Dalam perjalanan aku memperhatikan seberapa banyak pohon-pohon yang tumbuh dipinggir jalan. Nampak beberapa pohon jenisnya sama dengan yang ada tumbuh di Kalimantan Tengah. Misalnya pohon kalampan (bahasa Dayak bro). Aku berkhayal seandainya tanah-tanah itu ditumbuhi pohon mungkin hawa tidak terlalu panas ya!? Cerita jaman dulu sich tanah Jawa penuh dengan hutan lebat. Namun yang terlihat sekarang lebih dominan hutan buatan manusia alias hutan beton.
Di sepanjang kiri kanan jalan penuh dengan bangunan pabrik. Akhirnya kami sampai juga di Kampung Djamoe. Di kawasan ini kami merasa udaranya sejuk. Kami disambut oleh satu orang karyawan kampung Djamoe, yang bertindak sebagai pemandu rombongan. Kami mulai memasuki kawasan ini. Menurut pemandu luasnya kawasan Kampung Djamoe sekitar 10 hektar. Termasuk kawasan pabrik pengolah jamu dan produk lainnya dari Martha Tillar.
Kami melihat berbagai jenis tanaman, baik yang sudah besar maupun berupa bibit. Bahkan ada yang sudah berupa olahan dari pohon jati Belanda (daun dari tumbuhan yang dikeringkan). Banyak sekali manfaat dari pohon jati Belanda ini. Sebelum mengelilingi kawasan Kampung Djamoe, kami beristirahat di rumah bergaya Menado kenapa ya? Konon katanya suami Ibu Martha Tilaar adalah orang Menado. Nah di rumah ini kami melihat sangat banyak bahan-baku alami obat tradisional Indonesia. Yang sudah diberi label, bahkan disini juga dijual makanan ringan alias camilan.
Kami mulai menelusuri kawasan kampung Djamoe, dengan luas 10 hektar. Kebun ini hanya dirawat oleh 3 orang karyawan. Kami mencatat nama dan khasiat berbagai macam tanaman. Dan mencatat dari mana asal tanaman tersebut. Hampir dari seluruh Indonesia berbagai macam tanaman obat tradisional semua ada ditanam di Kampung Djamoe. Bahkan juga tanaman dari berbagai negara. Tanaman ini tumbuh dengan subur, padahal menurut cerita si pemandu dahulu kawasan ini adalah daerah yang gersang. Saya tak habis pikir apa tanah ini diberi pupuk buatan pabrik (mengandung bahan kimia) beribu-ribu ton? Hebatnya hanya di beri pupuk kompos dan pupuk kandang saja.
Kami juga melihat bagaimana pembuatan pupuk kompos.
Yang menarik perhatian saya adalah kompos yang terbuat dari bahan bekas sayuran, tulang ikan dan berbagai bumbu dapur lainnya. Disini kita bisa melihat bagaimana bahan-bahan itu sebelum diolah menjadi kompos. Yang tentunya melalui proses yang ketat, mulai dari proses pasca panen sampai pada penyimpanan. Setelah lelah berkeliling kawasan (belum seluruhnya dong). Kami beristirahat di sebuah bangunan bernuansa Bali. Disini kami disuguhi minuman produk Martha Tillar. Didemonstrasikan oleh karyawan Kampung Djamoe bagaiman membuat ekstrak jamu. Kami disuguhi minuman yang dibuat di tempat ini juga.
Apakah kami hanya jalan-jalan saja? Tidak. sambil menikmati minuman rosela dan penganan, ada presentasi dari karyawan kampung Djamoe mengenai sejarah berdirinya. Dan apa saja yang diproduksi oleh Martha Tilaar. Di akhir presentasinya ada kuis, dan akan dapat hadiah berupa produk dari Martha Tilaar jika kami jawab benar. Akhinya kami diminta untuk kembali ke kelompok masing-masing. Yang dipandu oleh Ibu Darma dan Bu Stien. Ada beberapa pertanyaan yang harus kami jawab, setelah menelusuri Kampung Djamoe. Hal ini sangat menarik sekali, jadinya kami karyawisata sambil belajar.
Konsep karyawisata ini sangat cocok dikembangkan di sekolah supaya peserta didik dapat mengenal lingkungannya. Program Pendidikan Pembangunan Berkelanjutan (ESD) sangat tepat sekali diperkenalkan kepada sekolah-sekolah binaan WWF Indonesia. Kampung Djamoe merupakan paru-paru bagi banyak pabrik yang ada di kawasan Cikarang. Hawanya sejuk, berbeda ketika kami masih di Jakarta dengan cuaca terasa panas.
Ketika kami beristirahat, membuat mata jadi mengantuk oleh sejuknya suasana. Betah rasanya tinggal disini. Sungguh sebuah konsep penataan kawasan yang sangat brilian dari seorang Ibu Martha Tilaar. Inilah dia konsep kewirausahaan hijau yang nyata. Ada suatu kebanggaan sebagai orang Indonesia, bahwa tanah air kita ini kaya akan sumber daya alam yang melimpah.
Bayangkan berbagai macam bahan dasar obat ada di Indonesia. Tinggal bagaimana kita mengolahnya. Untuk kemakmuran bangsa ini. Adakah kita yang peduli dengan lingkungan? Sekitar pukul 13.00 WIB kami bergerak meningggalkan Kampung Djamoe. Banyak yang kami pelajari dari kampung Djamoe. Senin 1 Juni 2015 kami pulang dari apartemen Kalibata City. Sepanjang jalan yang kami lihat hanyalah gedung-gedung tinggi menjulang. Suasana terasa panas, berbeda jauh dengan waktu kami di Kampung Djamoe. Gimana ya jika gedung-gedung itu disulap jadi pohon? yakin deh pasti suasananya sejuk.
Pukul 13.10 kami memasuki pesawat Lion Air tujuan Palangkaraya. Aku duduk dekat jendela, jadi dapat melihat pemandangan dibawah.Dari ketinggian. Pulau Jawa terlihat hitam ini menunjukkan bahwa pepohonan hanya sedikit tersisa. Pantas saja kalau di Pulau Jawa terasa panas. Kini pesawat berada di atas Pulau Kalimantan, terlihat dari atas beberapa kawasan berwarna putih. Menunjukkan pepohonannya yang rusak oleh manusia maupun kebakaran hutan tahun lalu. Namun demikian masih banyak kawasan yang terlihat hijau sangat kontras dengan Pulau Jawa. Bagaimana Pulau Kalimantan 50 tahun ke depan? Apakah masih hijau? Nah inilah tugas kita sekarang ini.
Tentunya untuk menyelamatkan Kalimantan yang hijau sebagai paru-paru dunia perlu adanya kerjasama yang nyata dari semua pihak demi anak cucu kita nanti. Kami sebagai warga yang hidup di jantung Kalimantan, bertekad mempertahankan bumi ini tetap hijau. Apa yang kami lakukan? Sebagai seorang guru, sekarang ini kami tanamkan kepada siswa-siswi untuk dapat memelihara lingkungannya. Dengan memelihara pohon yang hidup di sekitar rumah mereka. Sedangkan di lingkungan sekolah, guru dan siswa-siswi sudah menanam berbagai jenis pohon. Manusia tidak pernah lepas dari alam.
Oleh karena itu menjadi kewajiban kita semua untuk menjaga dan melestarikan hutan kita.
Akhirnya kami mendarat di Bandara Cjilik Riwut, kota cantik Palangkaraya. Terima kasih buat WWF Indonesia, Sampoerna University, dan pihak-pihak lain yang telah memprakarsai kegiatan ini. Terima kasih UPTD kecamatan Maliku, Dinas pendidikan Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah. Yang telah memberi ijin kepada kami untuk mengikuti kegiatan tersebut.