Sejarah ESD di Dunia
Awal tahun 1960-an adalah waktu yang tepat untuk sebuah debat luas tentang isu-isu lingkungan. Buku karya Rachael Carson berjudul “Silent Spring”, yang diterbitkan tahun 1962, dianggap sebagai awal dari sinyal tersebut. Hubungan antara matinya Yellowhammers dan biji tanaman yang tercemar merkuri menjadi dasar penulisan bukunya.
Di tahun 1960-an masyarakat berpendapat untuk melakukan sesuatu terhadap beragam masalah lingkungan ke permukaan. Teknologi dimanfaatkan untuk membersihkan cerobong asap dan pipa limbah. Untuk orang awam, hal tersebut lebih banyak berhubungan dengan cara yang benar untuk membuang sampah. Di banyak sekolah dari banyak negara, anak-anak belajar tentang ekologi dan lingkungan. Idenya adalah bahwa pengetahuan tentang masalah tersebut akan secara otomatis mengubah pola tingkah laku yang ada.
Konferensi Internasional Lingkungan Hidup pertama diadakan di Stockholm, Swedia pada tahun 1972 dengan dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk membicarakan beragam masalah lingkungan hidup negara-negara Barat. Masalah-masalah tersebut akan diselesaikan oleh para ilmuwan, pakar, dan teknologi. Orang awam tidak perlu khawatir. Tetapi usaha-usaha untuk menenangkan masalah tersebut gagal. Selama tahun 1970-an, baik pihak yang tidak puas dan pihak yang terlibat terus meningkat. Berbagai organisasi lingkungan hidup didirikan, masyarakat menjadi aktif dan tekanan pada para politisi meningkat.
Setelah diluncurkannya program Strategi Konservasi Dunia (World Conservation Strategy) pada tahun delapan puluhan, di tahun sembilan puluhan WWF, IUCN dan UNEP bergabung untuk meluncurkan program Peduli Bumi (Caring for the Earth), sebuah strategi untuk Hidup Berkelanjutan. Dua puluh tahun setelah konferensi Stockholm, PBB sekali lagi mengangkat beragam pertanyaan seputar lingkungan, kali ini dalam skala global dengan berbagai pandangan baru abad ke 21. Konferensi tersebut diselenggarakan pada tahun 1992 di Rio de Janeiro dan telah dipersiapkan dalam beragam cara yang berbeda.
Komisi Dunia untuk Lingkungan Hidup dan Pembangunan atau disebut juga Komisi Bruntland (Brundtland Commission), mendefinisikan Pembangunan Berkelanjutan dalam laporannya yang berjudul “Masa Depan Kita Bersama” (Our Common Future) di tahun 1987 sebagai “sebuah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengkompromikan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi keperluannya.”Pembangunan berkelanjutan tidak hanya berarti kelestarian ekologis, tetapi juga termasuk dimensi sosial dan ekonomis.”
Konferensi Rio diantaranya menghasilkan Agenda 21, mengandung arahan untuk berbagai pemerintahan di dunia, pemegang kekuasaan pemerintah daerah dan kelompok-kelompok sosial yang berpengaruh tentang bagaimana menciptakan pembangunan di abad ke 21 tanpa merusak lingkungan hidup. Di Swedia, setiap pihak yang berwenang di pemerintahan daerah menerbitkan berbagai versi lokal dari Agenda 21. Versi-versi tersebut sekarang telah direvisi dan disatukan ke dalam dokumen-dokumen perencanaan dan kebijakan pemerintah daerah. Pesan dari Konferensi Rio (juga dikenal sebagai Pertemuan Puncak Rio/Rio Summit) adalah baik negara-negara kaya dan miskin memiliki beragam masalah lingkungan hidup. Selain masalah global, solusi-solusi lokal dapat juga ditemukan yang seringkali berasal dari gaya hidup dan kebijakan-kebijakan yang dijalankan secara lokal.
Seluruh bagian dari Agenda 21 didedikasikan ke pendidikan – Bab 36. Dimana hal tersebut menjadi dasar dari inisiatif-inisiatif saat ini. Banyak sekolah dan universitas mewajibkan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan dalam program-program mereka.
Sepuluh tahun setelah Konferensi Rio, negara-negara di dunia bertemu kembali di Johannesburg untuk menghadiri Pertemuan Puncak PBB bertema Pembangunan Berkelanjutan. Di sini diputuskan bahwa berbagai pola konsumsi dan produksi, demikian juga konservasi untuk sumber daya alam, menjadi aspek prioritas dari masyarakat berkelanjutan.
Periode 2005 – 2015 diproklamasikan oleh PBB sebagai sebuah dekade yang akan memfokuskan pada Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development) – dikenal dengan singkatan ESD, dengan penekanan pada pentingnya pendidikan untuk pembangunan masyarakat berkelanjutan. (Sumber: Learning The Sustainable Way /Belajar Cara Hidup Berkelanjutan, WWF Swedia 2007/2008)